Ada cerita menarik berkaitan dengan sejarah kopi. Konon, Raja Gustaff
II (1594-1632) dari Swedia pernah menjatuhkan hukuman kepada dua orang
bersaudara kembar. Mereka dianggap bersalah dalam suatu tindak pidana
yang dituduhkan kepada mereka. Untuk menentukan siapa yang bersalah,
sang raja membuat aturan unik dan tak lazim.
Salah seorang hanya diizinkan minum kopi selama hidupnya, sedangkan
seorang lagi hanya boleh minum teh. Nah, siapa yang lebih dulu
meninggal, dialah yang dianggap bersalah. Ternyata, yang meninggal
duluan adalah peminum teh pada usia 83 tahun, meski sudah terlambat, dia
ditetapkan sebagai yang bersalah. Sejak saat itulah, orang Swedia dan
negara-negara di kawasan Skandinavia menjadi begitu maniak dan fanatik
terhadap kopi. Mungkin mereka percaya dengan minum kopi, umur mereka
bisa lebih panjang.
Mitos dan Sejarah
Kisah Raja Gustaff II dan aturan minum kopinya hanyalah salah satu
kisah unik yang mewarnai perjalanan kopi. Di sejumlah tempat dan negara
ada banyak legenda dan kisah mengenai kopi, meski kisah-kisah tersebut
bercampur aduk antara mitos dan sejarah. Legenda paling masyhur dalam
perjalanan kopi adalah kisah Kaldi dan temuan “biji merah ajaibnya”.
Dalam satu kisah disebutkan, sekitar abad ke-3, hiduplah seorang
penggembala kambing di Ethiopia bernama Kaldi. Kaldi dikenal sebagai
penggembala yang baik dan sangat bertanggung jawab terhadap hewan yang
diurusnya. Suatu hari, kambing-kambing tersebut tidak pulang dan Kaldi
pun mencarinya. Ketika ditemukan, Kaldi melihat kelakuan aneh
diperlihatkan oleh kambing-kambingnya, berloncatan riang gembira,
seperti sedang mabuk.
Tentu saja Kaldi heran dan mencari tahu apa gerangan yang menyebabkan
kambing-kambing itu “menari-nari”? Kaldi kemudian tertarik oleh
sekumpulan biji-biji berwarna merah mengilap yang ada di semak-semak dan
dimakan oleh kambing-kambingnya. Dengan rasa ingin tahu, Kaldi pun
mencoba memakan biji-biji tersebut. Sungguh ajaib, beberapa saat
kemudian sang penggembala kambing itu menari-nari dengan riang, sama
seperti kelakuan kambing-kambingnya.
Saat itu lewatlah seorang pria terpelajar asal kota. Pria bernama
Aucuba itu merasa mengantuk, lelah, dan lapar. Aucuba kebetulan
menyaksikan “aksi gila” Kaldi dan kambing-kambingnya. Saking laparnya,
Aucuba pun mencoba makan biji merah yang dimakan Kaldi. Tak berapa lama,
Aucuba merasa tubuhnya jadi segar, tenaganya pulih, rasa mengantuknya
hilang, dan siap melanjutkan perjalanannya.
Ia pun membawa beberapa biji merah ke kota dan mencampurnya dengan
makanan lain. Ia juga menggunakan biji merah itu sebagai bahan pencampur
bagi minuman para biarawan agar bisa tetap terjaga selama berdoa. Ia
juga menyebarkan biji-biji merah yang ajaib itu ke kota dan biara lain.
Aucuba pun jadi orang kaya. Sedangkan, kisah Kaldi dengan
kambing-kambingnya tak ada kelanjutannya.
Peran Pedagang Arab
Terlepas dari berbagai legenda, mitos, dan klaim berbagai pihak,
sejarah mencatat penanaman komersial kopi pertama kali dilakukan di Arab
pada abad ke-15. Untuk jangka waktu yang lama, perdagangan komoditi
yang berkelas tersebut dijaga dengan sangat ketat, para petani Arab
berusaha dengan berbagai cara untuk menghentikan negara lain memperoleh
biji kopi mereka yang berharga. Sejalan dengan waktu, biji kopi serta
potongan tanaman tersebar ke daerah Aden, Mesir, Suriah, serta Turki di
mana kopi terkenal sebagai “anggur arab” .
Dari dunia Muslim, kopi menyebar ke Eropa, di mana minuman ini
menjadi populer selama abad ke-17. Orang Belanda adalah yang pertama
kali mengimpor kopi dalam skala besar ke Eropa dan pada suatu waktu
menyelundupkan bijinya pada tahun 1690 karena tanaman atau biji
mentahnya tidak diizinkan keluar kawasan Arab. Kemudian, berlanjut pada
penanaman kopi di Jawa oleh orang Belanda.
Kopi pun dengan cepat menyebar ke Eropa. Meski masyarakat Italia
sudah mengenal kopi sejak abad ke-10, namun pembukaan kedai kopi
pertama, Botega Delcafe di Italia, baru terjadi pada tahun 1645. Kedai
kopi itu kemudian menjadi pusat pertemuan para cerdik pandai di negeri
pizza tersebut. Di Kota London, coffee house pertama dibuka di George
Yard di Lombat Sreet dan di Paris, kedai kopi dibuka pada tahun 1671 di
Saint Germain Fair.
Pada abad ke-18, misionaris (utusan), para pedagang serta kolonis
memperkenalkan kopi pada Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Lingkungan
alamnya yang alami terbukti merupakan tempat yang tepat untuk bertanam
kopi sehingga kopi dapat tumbuh menyebar dengan cepat.
Sedangkan di Amerika, kopi dijadikan minuman nasional di Amerika
Serikat dan menjadi menu utama di meja-meja makan pagi. Ketika kopi
mencapai kawasan koloni Amerika, pada awalnya tidak sesukses di Eropa
karena dianggap kurang bisa menggantikan alkohol. Akan tetapi, selama
Perang Revolusi, permintaan terhadap kopi meningkat cukup tinggi, sampai
para penyalur harus membuka persediaan cadangan dan menaikkan harganya
secara dramatis, sebagian hal ini didasari oleh menurunnya persediaan
teh oleh para pedagang Inggris.
Minuman Terlarang
Perjalanan kopi menjadi minuman yang paling digemari penduduk bumi
memang tidak mulus. Ada masa-masa di mana kopi menjadi produk yang
kehadirannya “diharamkan”. Pada tahun 1511, karena efek rangsangan yang
ditimbulkan, dilarang penggunaannya oleh para imam konservatif dan
ortodoks di majelis keagamaan di Mekah, Arab Saudi. Akan tetapi, karena
popularitas minuman ini, larangan tersebut pada tahun 1524 dihilangkan
atas perintah Sultan Selim I dari Kesultanan Utsmaniyah Turki. Di Kairo,
Mesir, larangan yang serupa juga disahkan pada tahun 1532, di mana
kedai kopi dan gudang kopi ditutup.
Seabad kemudian, tepatnya pada tahun 1656, Wazir Kerajaan Usmaniyah
mengeluarkan larangan untuk membuka kedai-kedai kopi. Bukan hanya
melarang kopi, melainkan menghukum orang-orang yang minum kopi dengan
hukuman cambuk pada pelanggaran pertama. Tetapi, bertahun-tahun
kemudian, pelarangan minum kopi di Timur Tengah lambat-laun terkikis
sehingga jika seorang suami melarang istrinya minum kopi, si istri
tersebut bisa memakai alasan ini untuk meminta cerai.
Di Italia, pendeta-pendeta melarang umatnya minum kopi dan
menyatakan, minuman kopi itu dimasukkan sultan-sultan muslim untuk
menggantikan anggur. Bukan hanya melarang, melainkan juga menghukum
orang-orang yang minum kopi. Alasannya, kopi adalah “komoditas politik”
kaum muslim dalam upaya menggeser popularitas anggur yang sejak lama
sudah dikenal dan identik dengan kaum Katolik.
Larangan juga diberlakukan di Rusia, meski lebih bersifat
“diskriminatif” dan menjaga wibawa aristokrasi kopi. Karena dianggap
bergengsi sebagai minuman, Raja Frederick Agung dari Rusia pada tahun
1777 hanya memperbolehkan kalangan atas atau kelas bangsawan saja untuk
menunjukkan kearistokratan kopi.
Kopi di Indonesia
Pada
awalnya, kopi di Indonesia berada di bawah pemerintah Belanda. Kopi
diperkenalkan di Indonesia lewat Sri Lanka. Awalnya, pemerintah Belanda
menanam kopi di daerah sekitar Batavia (Jakarta), Sukabumi, dan Bogor.
Kopi juga ditanam di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra, dan
Sulawesi. Pada permulaan abad ke-20 perkebunan kopi di Indonesia
terserang hama yang hampir memusnahkan seluruh tanaman kopi. Pada saat
itu, kopi juga ditanam di Timor dan Flores. Kedua pulau ini pada saat
itu berada di bawah pemerintahan bangsa Portugis. Jenis kopi yang
ditanam di sana juga adalah kopi arabika. Kopi ini tidak terserang hama.
Menurut situs wikipedia, pemerintah Belanda kemudian menanam kopi
liberika untuk menanggulangi hama tersebut. Varietas ini tidak begitu
lama populer dan juga terserang hama. Kopi liberika masih dapat ditemui
di pulau Jawa, walau jarang ditanam sebagai bahan produksi komersial.
Biji kopi liberika sedikit lebih besar dari biji kopi arabika dan kopi
robusta.
Bencana alam, Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan, semuanya
mempunyai peranan penting bagi kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-20
perkebunan kopi berada di bawah kontrol pemerintahan Belanda.
Infrastruktur dikembangkan untuk mempermudah perdagangan kopi. Sebelum
Perang Dunia II di Jawa Tengah terdapat jalur rel kereta api yang
digunakan untuk mengangkut kopi, gula, merica, teh, dan tembakau ke
Semarang untuk kemudian diangkut dengan kapal laut. Kopi yang ditanam di
Jawa Tengah umumnya adalah kopi arabika. Sedangkan, di Jawa Timur (Kayu
Mas, Blewan, dan Jampit) umumnya adalah kopi robusta. Di daerah
pegunungan dari Jember hingga Banyuwangi terdapat banyak perkebunan kopi
arabika dan robusta. Kopi robusta tumbuh di daerah rendah, sedangkan
kopi arabika tumbuh di daerah tinggi.
Saat ini, kopi merupakan minuman ke-2 yang dikonsumsi di seluruh
dunia, setelah air. Finlandia merupakan negara yang konsumsi per
kapitanya paling tinggi, dengan rata-rata konsumsi per orang sekitar
1400 cangkir setiap tahunnya!
Kopi merupakan komoditas nomor dua yang paling banyak diperdagangkan
setelah minyak bumi. Total 6,7 juta ton kopi diproduksi dalam kurun
waktu 1998-2000 saja. FAO memperkirakan, pada tahun 2010, produksi kopi
dunia akan mencapai 7 juta ton per tahun. (Sumber: netsains.com, sumpek.wordpress.com)